Kehadiran sosok superhero atau pembela kebenaran dalam berbagai judul film bukanlah tanpa cacat. Sebuah studi mengungkap film bertemakan kepahlawanan justru menyodorkan contoh yang buruk bagi anak laki-laki seperti mengajarkan kekerasan dan balas dendam sebagai jalan hidup. Selain itu, sosok pahlawan yang memukuli penjahat mungkin bukan cara yang terbaik bagi masyarakat yang ingin mempromosikan naluri melindungi laki-laki kepada anak kecil.
Peneliti menyimpulkan berbeda dengan tokoh kepahlawanan masa lalu yang cenderung manusiawi seperti melakukan pekerjaan sebagai manusia biasa dan percaya pada keadilan sosial, tokoh kepahlawanan era Hollywood adalah sosok yang agresif, emosional, sinis dan jarang berbicara tentang keutaman berbuat baik bagi kemanusiaan. "Tokoh pahlawan modern sekarang ini dominan seperti Iron Man, yang kaya, playboy dan arogan," ungkap Dr Sharon Lamb, peneliti asal University of Massachusetts seperti dikutip dari Telegraph.co.uk, Senin, (16/8).
Lamb menambahkan begitu banyak perbedaan antara tokoh kepahlawanan masa lalu dengan era Hollywood. Tokoh kepahlawanan zaman sekarang lebih banyak menggunakan aksi kekerasan guna menghadirkan identitas diri sebagai pembela kebenaran. Sebaliknya, tokoh pahlawan masa lalu tidaklah melawan penjahat melainkan layaknya masyarakat awam yang memiliki banyak masalah dan rapuh.
Sebelumnya, Lamb melakukan survei terhadap 674 anak laki-laki dengan rentang usia 4-18 tahun. Selanjutnya, ia juga menanyakan manajer penjualan mainan dan film sebagai informasi tambahan. Dari keseluruhan data yang terkumpul, Lamb menyimpulkan pasar film dan mainan tahu betul bahwa anak-anak yang tengah mengalami pertumbuhan membutuhkan sosok yang ditiru. Sosok itu memotivasi mereka dalam membentuk identitas mereka di masa remaja.
Celakanya, kata Lamb, identitas yang dibentuk merupakan versi sempit dari maskulinitas. "Mereka (anak-anak) nantinya bakal menjadi pemain atau seorang pemalas, sosok yang tidak pernah mencoba untuk menyelamatkan mukanya sendiri," ungkap Lamb.
Lamb menyebutkan, film mengajarkan kepada anak-anak apakah mereka akan menjadi sosok pahlawan atau pemalas. Anak-anak, kata dia, kemudian berkata bila dirinya tidak menjadi pahlawan maka ia akan menjadi seorang yang pemalas. "Pemalas memang lucu, tapi pemalas tidak mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, pemalas tidak menyukai sekolah dan mereka cenderung mengabaikan tanggung jawab," tegasnya.
Karena itu, Lamb menyarankan agar pihak sekolah bisa memagari anak dari persepktif sempit tentang kepahlawanan. Ia mencontohkan, Superman sebelum menjadi sosok pahlawan adalah seorang reporter. Namun, pahlawan zaman sekarang hanya berpikir tentang diri mereka sendiri. "Mereka (anak-anak) perlu diajarkan sejak dini untuk menjauhkan diri dari perspektif sempit macam itu dan mendorong mereka untuk menemukan kebohongan itu sehingga membantu mereka membentuk identitas yang sewajarnya," pungkasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar