“Handphone penting loh mi, kalau aku diculik, aku akan beritahu posisiku dimana, penculiknya seperti apa dan raut wajahnya bagaimana,” urai anakku panjang lebar dan penuh bujukan agar aku mau membelikan dia handphone.
“Tapi handphonenya jangan yang mainan ya mi, yang bisa bunyi yang bisa nelpon nenek, nelpon ibu guru dan ...bla bla bla...” cerocosnya tanpa henti, dan sejenak membuatku tertegun.
“kok..? apa sih yang membuatmu sangat ingin menggunakan handphone, apakah kamu hanya ikut-ikutan teman-teman atau memang betul-betul ingin gunakan handphone sebagai media untuk berkomunikasi?” tanyaku pada Rio yang mulutnya hanya ternganga saja mendengar kata-kata sulit, media dan komunikasi. “Hehehe…” aku tersenyum lucu; “belum ngerti saja sudah ribut…” jawilku ke mulutnya yang masih ternganga.
Apa sih gunanya handphone bagi anak-anak, aku melihat bahwa mereka menjadi asyik sms atau online dan aku merasakan semua akhirnya menjadi sms (semua menjadi sendiri-sendiri), ikatan keluarga rasanya hilang, gelak tawa bersama menonton film Mr. Bean yang lucu pun jarang terdengar lagi
Semua menjadi asyik sendiri, sosoknya memang ada di dekat kita, namun jiwanya entah kemana, pikirannya pun cenderung melayang pada orang yang tidak nampak namun ada diseberang sana, nun jauh di dunia maya, dunia sms, dunia handphone…
Akhirnya anak bungsuku menjawab lirih, “sebenarnya sih mi, karena mau main gamenya, di handphone si Aldi banyak banget gamenya, aku ingin sekali main game, kalau pinjam punya Aldi, harus bayar seribu katanya, mending aku punya sendiri, jadi bisa main game kapan saja,” jujurnya perlahan.
Ah Rio, kamu tuh lucu, namun daripada umi kehilangan kamu karena kamu nanti khawatir asyik sendiri dengan duniamu, maka ibu belum mau memberikan kamu handphone yang akan membuatmu jauh dari ibu, dan malah dekat pada yang lain. Pada game dan sms bertubi-tubi dari kawan-kawanmu. “Maafkan Umi nak, karena Umi masih ingin bersamamu…(dirimu dan pikiranmu).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar