Keasyikanku membaca di mobil terganggu ketika, “bletak” suara kaca mobil yang dilempar batu dan tak lama aku merasakan ada darah segar mengalir melalui alis mataku, dan rasa pusing yang lumayan tinggi serta pandangan mata yang buram serta cucuran darah menetes dengan deras menutupi hampir sebagian wajahku, dan lama-lama akupun merasa tak sadarkan diri dan tak ingat apa apa lagi....
Ketika aku terbangun, aku merasakan ada sentuhan tangan berbulu yang hitam, dan akupun menjerit kecil, ternyata itu tangan dr Kusno. Dokter yang mengobati luka dimataku yang kemudian divonis buta, dan tidak dapat di ganti dengan apapun. Sehingga hobiku membaca terpaksa kulakukan dengan satu mata saja. Namun efek terkejam yang kurasakan adalah, calon suamiku meninggalkan aku dengan alasan yang menurutnya cukup syar'ie, yaitu bagaimana mungkin bisa memiliki keluarga yang sakinah, mendidik anak mengaji dan menghafal al-qur’an bila ibunya buta, kecuali bila aku hafal al-qur’an. Namun membaca dan menghafal Quran yang tengah kulakukan sedikit-sedikit akan terasa sangat sulit bila aku bermata satu, alasan yang sangat menjatuhkan harga diriku sebagai manusia, wanita dan sebagai makluk hidup yang terhina... Siapa yang patut kusalahkan? Siapa... Siapa.. Apakah calon suamiku yang pengecut, ataukah dokter Kusno yang berbadan besar namun tak mampu menolong mataku, atau pelajar yang tawuran gila-gilaan, atau supirku yang bengong saja ketika tawuran terjadi di depan mobil kami, atau buku yang kubaca...?
Inilah sekilas artikel kecil yang kuperoleh dari sebuah surat pendek curahan hati seorang muslimah, ketika aku mengadakan acara pesantren kilat putri. Pada acara pesantren kilat itu biasanya kami mengadakan satu sesi tentang berbagi pengalaman barbagi hikmah. Dan pada kali itu pengalaman seorang muslimah yang menjadi buta membuat kami terkesan, dengan kesedihan dan kepiluan yang mendalam, dan terlihat, sang muslimah tersebut merasakan kekesalan dan juga ketidakrelaan atas nasib yang menimpa dirinya, yang diduga terjadi satu tahun yang lalu.
Pada alinea terakhir tulisannya, dia menulis, andai mataku kembali dan diganti dengan mata yang terindah diseluruh dunia, aku akan menjadi guru dan mengajarkan etika berkelahi, satu lawan satu dan tidak pakai batu, atau aku akan jadi polisi wanita yang bila ada anak tawuran akan kujebloskan dalam penjara dan aku suruh mengaji satu bulan penuh dan menghafal al-qur’an di penjara. Dan semua yang diungkapkan dalam suratnya itu, kulihat membuat sang muslimah agak merasa lega karena telah mengungkapkan apa yang menjadi kesedihannya selama setahun.
Intinya Tawuran itu sangat menyesatkan dan membuat pihak lain dapat terluka apalagi tawuran kerap dilakukan di jalan dan bisa menimpa dan menimbulkan korban siapa saja, yaa, muslimah inilah contohnya.
Kupikir, bagus juga bila peserta tawuran dikurung satu bulan dan diberi materi agama, nilai, akhlak, moral dan juga disuruh mengkaji AL-qur’an, menghafalnya dan mendekam sebulan memperbaiki dirinya agar ketika keluar menjadi orang yang berhasil, paling tidak ada perubahan dalam akhlak dan agamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar