Kamis, 02 Februari 2012

Membina Rumah Tanpa Teriakan

“Memang cuma kamu saja yang boleh berteriak, kalau aku yang berteriak kamu bilang aku berisik,“ ucap bu Anto membalas amarah suaminya dengan berteriak. Anak-anak pun lalu menutup telinga mereka. Pemandangan yang biasa terjadi dimana suami dan istri dirumah itu berteriak membuat anak-anaknya sampai berpikir, apakah ibu masih sayang pada ayah, apakah ayah mencintai ibu? lalu mengapa mereka berdua tidak bisa rukun.


Terkadang dimata anak-anak, masalah antara ayah dan ibu dipandang biasa-biasa saja. “Gak penting,“ menurut pikiran Anisa, anak sulung bu Anto yang duduk di kelas 3 SMU. “Aku mau ujian tapi ibu marah-marah melulu, kalau ayah marah, maka ibu juga balas marah, lalu kalau belum selesai marahnya pada ayah, maka marahnya diteruskan kepada anak-anaknya sehingga rumah jadi berisik, gimana mau bisa belajar…” keluh Anisa tentang suasana di rumahnya. Anisa pun lanjut menggerutu, adik-adikpun membesarkan suara televisi menonton bola Indonesia lawan Qatar, ditambah lagi suara ibu yang melengking, bentakan ayah yang menderu lalu kapan berhentinya dan tenangnya rumah ini.

Anisa pun akhirnya tidak sabar lagi maka dia pun berteriak ”adiikkk… kecilin dong tivinyaa.” Tidak lama kemudian teriakan Anisa dibalas dengan teriakan sang adik ”goalllll!!!!” padahal tidak goal juga. Hal ini membuat kakaknya Anisa marah, ibu juga marah dikarenakan ibu masih kesal pada ayah, dan ayah sudah masuk kamar tidur, maka kakak dan ibu serempak berteriak kuat dan keras, mengagetkan adik yang sedang asyik melihat langkah-langkah kaki menerjang bola di layar kaca, “Keciliiiiinnnn, tivinyaaa…!!!!!”kakak berteriak. “Matikan tv nyaaaaaa!!!!!” ibu berteriak kuat-kuat. Lalu adik dengan panik mematikan televisi dengan kesal dan marah, sambil masuk kamar dengan membanting pintu. Mendengar keributan itu, sang ayah keluar untuk melihat apa yang terajdi, “duhhh.. ributnya rumah ini,” ucap ayah. “Bisa gak kalian semua diam, ayah lelah, capek, baru pulang kerja..” bentak ayah keras-keras.

Subhanallah, semua masalah yang ada selalu diselesaikan semuanya dengan teriakan. Bila hal itu terjadi setiap malam, walaupun kalau siang agak reda dikarenakan rumah sepi tidak ada orang, anak-anak sibuk di sekolah, ayah di kantor dan ibu hanya sendiri di rumah, maka rumah seperti akan di didik dan terdidik dengan suara keras dan bentakan. Padahal Al Quran menyuruh kita untuk  merendahkan suara sesuai dengan Surat Lukman yang berbunyi;
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS: Luqman: 19)
Apakah kita harus menyelesaikan masalah dengan bentakan dan teriakan? Apakah rasa kesal harus diungkapkan dengan bentakan dan teriakan? Apakah kita ingin membangun dan membina rumah tangga dengan bentakan?

Mari ayah dan ibu, kita mulai dari diri kita sendiri untuk mengecilkan suara. Anggota keluarga kita kan bukan orang yang tuli, semua pendengarannya bagus, selain itu rumah kita pun kecil areanya, jadi mulailah dengan ayah dan ibu untuk mengecilkan suara, niscaya anak-anak akan lebih tenang dan desakan untuk berteriak akan berkurang. Janganlah kita menciptakan aura berteriak di dalam keluarga. Marilah kita coba bersikap tenang dan bersuara pelan, insya Allah akan terbangun rumahtangga yang lebih tenang dan sakinah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar