Selasa, 28 Desember 2010

Mengapa Harus Berbohong, Anakku?

“Ini blackberry siapa..?” ibu bertanya kepada Lina yang hanya diam termangu, dan dengan wajah pucat Lina menjawab tergagap, ”hmm... ini punya kawanku, aku dititipkan olehnya, dan aku.. lupa mengembalikannya..” Dengan tangan gemetaran Lina mencoba mengambil kembali blackberry berwarna putih yang harganya cukup mahal untuk anak seusia Lina yang baru duduk di bangku kelas 6 SD.
Sebagai seorang ibu, nalurinya telah melihat bawhwa ada tanda-tanda kebingungan dan kegelisahan pada anaknya ketika ditanya, dan dibalik kegelisahan anaknya itu, ibu bisa mengerti bahwa anaknya telah berdusta dan menyembunyikan sesuatu yang tidak ingin diketahui oleh ibunya.
Namun sebagai ibu, ibu Iin sangat bijaksana. Dia tidak memaksa anaknya untuk mengakuinya, dia diam saja dan perlahan menyerahkan pada anaknya blackberry yang masih nampak baru dan lucu, karena dilapisi chasing atau penutup blackberry berwarna pink yang sangat imut dan cantik.
Dengan lembut ibu memberikan kembali blackberry tersebut pada Lina. Lina pun menerima dengan senang hati. Namun Lina nampak merasa bersalah yang sangat karena sudah membohongi ibunya yang sangat pengertian dan baik hati. Walaupun ibu diam saja, namun Lina tahu bahwa ibu tahu dan mengerti sesuatu, namun ibu tidak marah, malah Lina yang merasa tidak enak.
Lina pun menyimpan blackberrynya dengan baik di dalam laci lemari, kemudian setelah menenangkan dirinya, Lina perlahan keluar dan berdoa semoga ayah tidak tahu dan tidak marah-marah yang akan membuat perasaannya semakin merasa tidak enak. Diam-diam Lina berencana akan mengakui perbuatannya dan mengatakan pada ibu bahwa dia ingin sekali memiliki blackberry, namun karena khawatir ibu tidak kasih, selain harganya yang sangat mahal, juga karena Lina yang sekarang sudah berusia kelas 6, akan mengikuti ujian akhir nasional dan UAS yang akan diadakan 4 bulan lagi. Ayah dan ibu Lina sudah pasti tidak akan mau membelikan blackberry karena khawatir Lina akan bermain terus dengan blackberrynya.

Dikarenakan keinginan Lina yang sangat besar untuk memiliki blackberry, Lina pun mengumpulkan uang dan meminta pada tente serta neneknya ketika lebaran kemarin untuk menambah uang ampawnya (uang saku yang diberikan ketika berlebaran), dan pada saat itu Lina merasakan perasaan yang sangat bersalah sekali. Ibu hanya diam saja, dan bersikap seakan-akan tidak ada apa-apa, namun karena Lina dibesarkan dalam sebuah keluarga yang selalu terbuka dan tidak pernah berbohong, maka perlakuan ibu yang diam saja dan tidak menuduh serta tidak marah, bahkan dengan tidak menyerang dengan kalimat yang menyakitkan lalu mendiamkan Lina seakan Lina tidak bersalah apa-apa, membuat Lina akhirnya mengaku. Tidak lama kemudian Lina bertekad menyerahkan blackberrynya kepada ibunya yang memang bukan milik kawannya. Setelah sholat magrib, di dalam hatinya, Lina membulatkan tekadnya untuk memberikan blackberrynya pada ibu, dimana ibu menerimanya dengan senang hati.
“Lina mau blackberry ini?” ibu bertanya hati hati. “ibu tahu ini bukan punya Lina..”? Lina bertanya takut-takut tanpa memandang wajah ibunya. “Ibu tidak tahu, apakah ini punya Lina atau bukan, karena setahu ibu, Lina tidak pernah minta dibelikan dan ibu serta ayahpun juga belum pernah membelikan blackberry seperti ini karena belum waktunya,” ibu menjawab dengan tenang. Akhirnya Lina menangis dan dengan suara terisak-isak, Lina mengakui semua kesalahannya dan berjanji untuk memberitahu ibu bila dia menginginkan sesuatu dan minta ijin kepada ibu bila akan membeli sesuatu.
Ternyata teguran yang lembut sungguh sangat efektif bagi seorang anak bila melakukan kesalahan daripada teguran yang penuh dengan kekerasan, menyakitkan dan teriakan serta tuduhan yang malah akan membuat sang anak merasa benci dan membuat benteng dalam dirinya. Sehingga untuk tahap selanjutnya bukannya penyelesaian yang baik yang didapat, namun penyelesaian dengan cara yang tidak menyenangkan, bahkan bisa jadi akan terjadi perang dingin dan ketidaknyamanan yang terjadi diantara ibu dan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar