Kamis, 24 Juni 2010

Ternyata Anak Lebih Banyak Dicela Dari pada Dipuji

Oleh : H.Suherna

Dalam sehari, seorang anak mendapat 120 celaan, hinaan, dan ancaman dari orang tua, sedangkan pujian hanya berkisar 15 kali per hari. Padahal, setiap ucapan termasuk celaan dari orang tua, merupakan doa kepada Allah SWT sehingga orang tua perlu berhati-hati sebelum berucap. Hal ini ditegaskan oleh seorang pemerhati masalah anak-anak dalam sebuah bukunya “Bagaimana membangun cinta dan komunikasi dengan anak”. Menurutnya, anak-anak sampai saat ini masih mendapat perlakuan kurang baik dari orang tuanya sendiri sehingga lebih banyak mendapat ucapan negatif dari pada positif. "Dalam Islam setiap ucapan orang tua adalah doa yang harus dikhawatirkan apabila Allah mengabulkannya. Kalau kita katakan anak bodoh, dampaknya amat dahsyat sehingga lebih baik diganti menjadi semoga menjadi jenderal atau direktur," demikian ditegaskan dalam buku tersebut.



Beliau mencontohkan, keberhasilan seseorang bernama Joko yang menjadi jenderal, padahal sewaktu kecil menyusahkan orang tuanya. "Untuk menghadapi ulah anaknya yang di rasa sudah kelewatan, sang ibu hanya bisa menangis seraya berucap semoga anaknya bisa jadi jenderal karena hanya bisa memerintah dan tak mau diperintah," tuturnya . Salah satu kelemahan utama orang tua, menurutnya, adalah lebih senang melakukan eksekusi daripada apresiasi terhadap anak. "Orang tua langsung mengeksekusi anaknya sebagai bodoh atau istilah negatif lainnya, padahal eksekusi merupakan hak Allah seperti di Q.S. Al-Fatihah, maaliki yaumiddiin," ujarnya.
Dalam pandangannya, tidak ada istilah anak bodoh, terbelakang, atau nakal karena anak memiliki kecerdasan sendiri yang berbeda dengan kecerdasan anak lainnya. "Orang tua lebih sering menggunakan kacamata kecerdasan otak dari hasil belajar anaknya, padahal anak bisa jadi memiliki kecerdasan musik, intrapersonal, sosial, atau spiritual." Untuk itu, tambahnya, orang tua perlu mengembangkan pendidikan kasih sayang di keluarga dengan meniru sifat Allah yang Rahman (Maha Pengasih) dan Rahim (Maha Penyayang). "Suami ataupun istri harus saling menerima apa adanya, demikian pula orang tua dengan anak. Jangan sekali-kali melihat dari sisi ada apanya." Hal ini perlu pelurusan kembali peran dan tugas antara suami dan istri sehingga bisa saling memahami peran dan tugasnya masing-masing terutama dalam hal pengarahan terhadap anak-anaknya. "Tugas istri bukan hanya melayani suami layaknya pembantu. Bukan pula mencuci, memasak, belanja, atau pekerjaan rumah tangga lainnya," Namun tugas istri, dalam buku terebut, hanya dua hal yakni taat kepada suami dan membimbing anak-anaknya sesuai dengan potensi dan kemampuannya si anak .Sedangkan tugas suami ada tiga yaitu memberikan nafkah, mempergauli istrinya dengan baik, dan membimbing istrinya menjadi wanita salehah. "Suami dan istri adalah mitra, qawwam, untuk saling mengisi karena masing-masing memiliki perbedaan sebagai fitrah dari Allah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar